Budidaya
Tanaman Padi
1. Uji Kesehatan Benih
Telah
banyak diketahui
bermacam macam jasad renik dapat terbawa dalam benih
dan
bersifat patogenik. Sebagai contoh biji padi yang
banyak terinfeksi oleh bermacam- macam organisme baik sebelum maupun sesudah panen, yang
dapat menyebabkan perubahan warna diaman jumlahnya (besarnya) tergantung pada musim, tempat dan jenis
padi. Perubahan warna dapat dilihat diluar
sekam, didalam biji atau kedua duanya. Pada
sekam gejalanya sangat bervariasi tergantung pada organisme dan tingkat infeksinya. Kadang
kadang timbul bercak coklat, biasanya ditimbulkan oleh badan buah dari
jamur atau bentuk lainnya. Selain iti juga
dapat timbul warna coklat
atau warna kehitaman dengan bercak
kecil ataupun cukup
luas menutupi sekam. Semua golongan patogen
seperti halnya jamur, bakteri, virus, insekta, dan nematoda
dapat terbawa
oleh benih. Hal ini terjadi karena benih telah terinfeksi,
terkontaminasi dipermukaan, atau
terbawa bersama benih
dalam bentuk sklerotia.
Patogen menimbulkan kerusakan pada
biji-bijian terutama
disebabkan oleh jamur, misalnya Helminthosporium oryzae, Piricularia oryzae, adalah merupakan patogen penting pada biji padi disamping Fusarium sp.
yang dapat menyebabkan perubahan warna, nekrosis, busuk buah dan biji akan menjadi remuk selama
digiling. Beberapa
parasit lemah
seperti Phoma sp. Menyebabkan perubahan warna pada biji, jamur tersebut disebut
“field fungi“. Jamur
jamur jenis lain disebut “storage
fungi“ terutama Aspergillus sp, dan Penicillium sp.
Bakteri yang sering kali dapat ditularkan lewat benih termasuk dalam marga
Corynebacterium, Pseudomonas, dan Xanthomonas. Virus tanaman yang yang
dapat bertahan
pada permukaan
benih ada pula yang terdapat dalam jaringan
benih
itu sendiri.
Pengujian kesehatan benih bertujuan untuk mengetahui jenis patogen yang
dibawa oleh benih. Pemeriksaan kesehatan dapat
dipakai untuk
berbagai tujuan
diantaranya ialah mengevaluasi kesehatan benih sebelum disebarkan keberbagai tempat untuk keperluan pertanaman,
mengevaluasi efek dari
fungisida untuk
keperluan perlakuan benih, mengevaluasi usaha usaha pengendalian penyakit dilapangan dalam rangka mencegah
penyakit yang ditularkan ke biji, Usaha mengadakan survey penyakit
pada tingkat
nasional atau regional sehingga dapat
mengetahui penyebaran patogen terutama yang terbawa biji, dan karantina tumbuh tumbuhan untuk
mencegah keluar
masuknya patogen yang
membahayakan
Beberapa macam uji kesehatan benih yaitu
:
a. Pemeriksaan
biji kering (Dry seed eximination)
Dengan metode ini sejumlah biji diperiksa apakah tercampur dengan kotoran
kotoran, seperti sisa
sisa
tanaman, sklerotia, galls, insekta,
dan
sebagainya. Selain itu hendaknya
juga dilakukan pengamatan terhadap
gejala gejala penyakitnya (bercak
bercak dan perubahan warna, serta bernas tidaknya biji). Adanya tanda tanda
penyakit
yang menempel atau
tumbuh dipermukaan biji seperti tubuh buah dan jamur, miselia, spora dan
sebaginya.
Pemeriksaan
dilakukan dengan menggunakan stereomikroskopik
perbesaran 50 sampai
60
kali dengan disertai cahaya yang
baik.
Atau dapat menggunakan kaca pembesar.
b. Pencucian biji
Sejumlah biji dalam air digoyang goyangkan dalam waktu btertentu (20–30
menit). Air cucian tersebut dapat langsung
diamati dengan mikroskop, atau disentrifugal dulu
baru diamati. Cara ini dapat digunakan untuk mendeterminasi jamur yang melekat
atau yang
tumbuh pada permukaan biji, seperti : Piricularia sp,
Drechlera sp,
Fusarium sp, Alternaria sp,
dsb. Melalui cara tersebut diketahui kontaminasi yang
berada
dipermukaan biji atau spora yang dihasilkan oleh jamur yang telah
menginfeksi
biji.
c. Cara inkubasi
Pengujian
dengan metode
kertas, engujian dengan
metode agar,
pengujian
dengan batu
bata,
tanah,
pasir
dsb serta metode Growing on test.
2.
Pembibitan
Padi merupakan salah satu jenis tanaman pangan yang umumnya ditanam dengan menggunakan bahan tanam berupa bibit. Dari
seluruh rangkaian
fase
pertumbuhan tanaman,
bibit merupakan fase pertumbuhan penting
dan
perlu mendapat perhatian. Kesalahan dalam penggunaan
bibit akan membawa
implikasi terhadap ketidakseragaman pertumbuhan tanaman, yang
akhirnya akan berdampak terhadap
penurunan kualitas
dan hasil panen yang
diperoleh. Usaha mendapatkan bibit yang
baik termasuk bibit tanaman padi, dapat dilakukan
melalui kegiatan pembibitan yang memenuhi standar baku teknis. Ada dua model pembibitan padi yang
umum dikembangkan oleh masyarakat yaitu pembibitan basah dan pembibitan kering. Secara garis besar prinsip kedua pembibitan tersebut sama, hanya kondisi air dalam media tanam selama berlangsungnya pembibitan saja yang membedakan. Pada wilayah yang
tersedia banyak air umumnya menggunakan sistem pembibitan basah dan langsung
dilakukan
di sawah, sedang wilayah yang
ketersediaan airnya terbatas banyak digunakan sistem pembibitan kering baik dilakukan di lahan
maupun pada nampan-nampan pembibitan. Bibit padi yang dianggap baik antara lain mempunyai ciri-ciri sebagai berikut 1) pertumbuhan bibit seragam; 2) bibit bebas dari gangguan
hama dan infeksi patogen; 3) perakaran bibit relatif banyak dan seragam; 4)
bibit tidak mengalami stagnasi setelah
dilakukan pindah tanam. Adapun tahapan kegiatan yang umum dilakukan pada pembibitan
tanaman padi adalahsebagai
berikut:
a). Menetapkan waktu pembibitan
Waktu mulai membuat pembibitan harus mempertimbangkan kesiapan areal
yang akan ditanami, dengan cara menghitung
mundur dari tanggal tanam dikurangi umur bibit siap
dipindah tanam. Waktu
mulai membuat pembibitan sangat penting
diperhatikan karena untuk
dapat tumbuh dengan baik bibit padi harus dipindah pada umur tertentu sehingga
bibit tidak terlalu
muda atau tidak terlalu
tua. Bibit padi yang
terlalu muda akan berisiko terhadap banyaknya kematian
bibit setelah pindah tanam, apalagi kalau wilayah penanaman merupakan wilayah potensial gangguan keongmas (Pomacea
canaliculata Lamarck). Penggunaan
bibit yang
terlalu tua
jumlah anakan yang dihasilkan sedikit dan tanaman lebih cepat masuk fase pertumbuhan generatif.
Tanaman yang
terlalu cepat masuk fase pertumbuhan generatif hasilnya jauh lebih rendah dibanding potensi produksi riilnya sehingga sangat merugikan.
b).
Persipan Benih
Untuk
mendapatkan keseragaman pertumbuhan tanaman mapun
jumlah dan mutu
hasil, perlu dipergunakan benih unggul. Tingkatan benih unggul yang
digunakan bergantung pada sasaran hasil yang
ingin dicapai, yaitu apakah hasil panen akan digunakan untuk benih atau untuk kepentingan konsumsi. Jika sasaran hasil panen akan digunakan benih, maka benih unggul yang
digunakan sebagai bahan tanam digunakan benih pokok sedang bila untuk konsumsi cukup digunakan
benih sebar (label biru). Benih yang akan digunakan
sebagai bahan
tanam
dapat
diadakan sendiri
maupun membeli benih yang
ada di pasaran. Baik benih pengadaan sendiri maupun dari pasaran
sebaiknya
sebelum benih disebar dilakukan pengujian guna mencapai sasaran capaian
mutu benih. Salah satu metode uji yang umum digunakan adalah menggunakan larutan uji berupa larutan garam
dapur,
urea, ZA, abu
dan
sejenisnya. Benih padi dikatakan memenuhi syarat uji
bila
benih tersebut tenggalam saat dimasukkan dalam larutan uji dengan konsentrasi sekitar 2%. Guna keperluan praktis di lapang
indikator uji yang
paling sederhana adalah
menggunakan telur ayam. Bila telur ayam mengapung dipermukaan maka larutan uji
mempunyai nilai yang mendekati setara dengan konsentrasi
2%.
Benih yang telah lolos uji mutu selanjutnya direndam dengan air bersih sekitar 24 jam guna menghilangkan larutan garam. Sedang langkah selanjutnya bergantung pada model pesemaian yang dunakan, benih perlu dikecambahkan atau tidak. Pembibitan padi dengan
cara basah umumnya menggunakan benih yang tidak dikecambahkan sedang
pembibitan cara
kering umumnya menggunakan benih yang telah berkecambah dengan panjang calon akar sekitar
1 mm. Kebutuhan benih untuk tiap satuan luas areal tanam bergantung pada cara
tanamnya, namun sebagai acuan bila
menggunakan metode
tanam SRI (System of
Rice Intensification) diperlukan 7 – 10 kg benih per hektar sedang
untuk cara tanam biasa diperlukan 25 – 35 kg benih
per hektar areal tanam.
c. Pembuatan media
semai
Tanah pesemaian harus mulai
dikerjakan kurang
lebih 3-7 hari sebelum menyebar benih. Mengingat adanya dua sistem pembibitan padi, yaitu pesemaian basah dan pesemaian kering, maka cara penyiapan media pesemaian juga berbeda. Dalam membuat pesemaian basah harus dipilih tanah sawah yang betul-betul subur. Rumput-rumput dan jerami yang masih tertinggal
harus dibersihkan lebih dulu. Kemudian
sawah
digenangi
air,
dengan
maksud agar tanah
menjadi lunak, rumput-rumputan
yang tumbuh
menjadi mati, dan memusnahkan bermacam-macam serangga yang dapat merusak bibit. Selanjutnya, apabila
tanah sudah cukup lunak
kemudian dibajak dan digaru dua kali agar tanah menjadi
halus/melumpur. Pada saat itu juga sekaligus dibuat bedengan/petakan dengan tinggi antara
15 -
20 cm dan memperbaiki pematang atau galengan. Sebagai ukuran dasar luas pesemaian
yang harus
dibuat kurang lebih 1/20 dari areal
sawah yang akan
ditanami.
Prinsip pembuatan pesemaian kering
sama dengan pesemaian basah, tetapi kondisi tanah dalam keadaan “kapasitas lapangan”. Rumput dan sisa jerami yang ada harus dibersihkan terlebih dahulu. Tanah dibolak-balik dengan cangkul atau dibajak dan digaru, agar tanah menjadi halus dan gembur.
Setelah tanah
menjadi halus, diratakan
dan dibuat bedengan. Adapun bedengan dapat dibuat dengan ukuran
sebagai berikut: tinggi 20 cm, lebar
120 cm, panjang 500-600 cm,
atau sesuai dengan
kondisi lahan dan
kebiasaan petani.
d).Penaburan atau
Penyebaran Benih
Untuk meperoleh bibit padi yang
pertumbuhannya baik dan seragam maka cara penaburan atau penyebaran benih juga perlu diperhatikan. Kesalahan dalam penaburan benih
akan mengakibatkan tidak meratanya kerapatan bibit di bedengan sehingga pertumbuhan bibit menjadi kurang
seragam. Ketidak seragaman bibit ini akan membawa dampak terhadap
ketidakseragaman
pertumbuhan tanaman di lahan dan selanjutnya akan menyebabkan
menurunnya hasil dan
mutu gabah yang diperoleh. Pada musim penghujan, benih yang
sudah ditabur di bedengan pada permukaan
bedengan sebaiknya ditaburi dengan potongan
jerami guna
menghindari benturan air hujan yang berlebihan. Benih
yang kena
benturan
air hujan secara
langsung akan menjadi
berserakan sehingg mengakibatkan benih menjadi menggerombol sehingga kerapan beninih
menjadi kurang seragam,
Potongan jerami yang digunakan sebaikknya yang
sudah masak, tetapi bila
tidak ada dapat digunakan jerami mentah dengan ukuran potongan sekitar 15 – 20
cm.
Tebal lapisan jerami cukup satu lapis, sebab bila lapisan terlalu tebal dapat mengganggu proses
pertumbuhan kecambah
menjadi bibit.
e). Pemeliharaan
Hal yang paling utama
dalam memelihara bibit padi adalah menjaga kecukupan air
dan
mencegah terjadinya
kerusakan bibit terutama oleh gagangguan hama dan penyakit. Kecukupan air untuk pembibitan padi harus disesuaikan dengan model pembibitan yang
digunakan. Pada sistem pembibitan basah air umumnya dibiarkan menggenang
pada saluran antar
petak pembibitan sampai setinggi mendekati permukaan petak pembibitan. Pada
sistem pembibitan kering
ketersediaan air umumnya berada pada kondisi kapasitas lapang, dan yang
penting dijaga sedemikian
rupa agar
bibit tidak sampai mengalami kekeringan. Organisme pengganggu yang paling
dominan mengganggu pada pembibitan padi adalah dari kelompok hama.
Untuk menghindari kerugian maka perlu adanya pengawasan
yang intensif guna
mencegah sedini mungkin terjadinya
kerusakan akibat hama. Untuk gangguan gulma dapat dicegah melalui pengolahan media
semai yang baik, seperti proses
pembajakan dan
penggaruan serta
pembersihan pematang.
f). Pencabutan Bibit
Standar utama
dalam menentukan
kapan bibit padi dapat dicabut umumnya berdasar pada umur bibit. Pada budidaya padi menggunakan sistem SRI
umumnya digunakan bibit
muda berumur sekitar
11
–
15
hari, sedang
pada budidaya
padi secara konvensional
umumnya digunakan bibit dewasa berumur sekitar 21 hari. Bibit muda setelah dipindah ke
lapang perlu perawatan ekstra tetapi setelah tumbuh akan memiliki jumlah anakan yang lebih banyak, sedang bibit dewasa daya tahan setelah dipindah lebih
kuat tetapi jumlah anakan
yang dihasilkan lebih sedikit. Sehubungan dengan hal tersebut pada budidaya SRI yang menggunakan bibit muda tiap titik tanam cukup ditanam satu bibit sedang
pada budidaya konvensional ditanam 2 -3 bibit
per titik tanam. Bibit yang sudah dicabut dikumpulkan kemudian diikat bagian pangkal daunnnya guna memudahkan pengangkutan. Jika ukuran bibit terlalu panjang
maka
bagian ujung daun
bibit perlu dipotong supaya saat ditanam bibit tidak mudah roboh dan mengurangi penguapan
(transpirasi) yang berlebihan
sehingga bibit
lebih
cepat
beradaptasi.
g).
Pengangkutan dan Penyiapan Bibit
di Pertanaman
Satu hari sebelum tanam sebaiknya
bibit sudah disiapkan di areal pertanaman, maka
dari itu perlu dilakukan pengangkutan
bibit dari lokasi pembibitan ke tempat penanaman.
Pengangkutan bibit dapat dilakukan menggunakan tenaga manusia untuk lokasi yang
tidak
terlalu luas dan jaraknya dekat, tapi bila jaraknya jauh dan areal cukup luas perlu digunakan. alat angkut lain yang sesuai. Bibit yang sudah dicabut dan diikat, ditata sedemikian rupa
bergantung alat angkutnya, yang
penting selama proses pengangkutan tidak menimbulkan
kerusakan pada bibit seperti memar pada batang dan daun,
patah dan sejenisnya. Sesampai di areal tanam untuk memudahkan pengaturan tenaga
dalam penanaman,
bibit perlu didistribusikan
sesuai dengan ketersediaan tenaga
kerja dan luas areal yang akan
ditanami. Distribusi
bibit di areal tanam dilakukan dengan meletakkan ikatan bibit pada jarak tertentu sesuai dengan ukuran ikatan dan luas areal tanam. Bibit yang sudah didistribusikan selanjutnya dibuka ikatannya dan penanaman dapat
mulai dilakukan.
3. Pengolahan Tanah
1. Pengolahan Tanah Untuk Pesemaian
Tanah pesemaian harus
mulai dikerjakan kurang lebih 25 – 40 hari sebelum
penanaman. Karena adanya dua sistem penanaman padi, yaitu padi basah dan padi kering,
maka
tanah pesemaian
juga dapat dibedakan
atas
pesemaian basah
dan
pesemaian kering.
Persemaian Basah: Dalam membuat pesemaian basah harus dipilih tanah sawah yang
betul-betul subur. Rumput-rumput dan jerami yang masih tertinggal harus dibersihkan lebih dulu.
Kemudian sawah digenangi air, dengan maksud agar
tanah
menjadi lunak,
rumput-rumputan yang
tumbuh
menjadi mati,
dan memusnahkan
bermacam-macam serangga yang
dapat merusak bibit.
Selanjutnya, apabila tanah sudah
cukup lunak kemudian dibajak dan digaru dua kali agar tanah menjadi halus/melumpur. Pada saat itu juga sekaligus dibuat bedengan/petakan dengan tinggi kurang lebih 15 cm dan
memperbaiki pematang atau galengan. Sebagai ukuran dasar luas pesemaian yang harus dibuat kurang lebih
1/20 dari areal sawah yang akan
ditanami.
Pesemaian Kering:
Prinsip
pembuatan pesemaian
kering
sama dengan
pesemaian basah,
tetapi kondisi tanah dalam
keadaan
“kapasitas
lapangan”.
Rumput
dan sisa jerami yang
ada
harus dibersihkan terlebih dahulu. Tanah dibolak-balik dengan cangkul
atau dibajak dan digaru, agar
tanah menjadi halus dan
gembur.
Setelah
tanah menjadi
halus,
diratakan dan
dibuat bedengan. Adapun bedengan dapat dibuat dengan
ukuran sebagai berikut: tinggi 20 cm, lebar 120 cm, panjang 500 - 600 cm, atau sesuai dengan
kondisi lahan dan kebiasaan
petani.
2. Pengolahan Tanah Untuk Pertanaman Padi
Pengolahan tanah untuk penanaman padi sebaiknya sudah dilakukansatu atau dua
bulan sebelum penanaman.
Pelaksanaannya dapat dilakukan
dengan dua macam cara yaitu dengan
cara
tradisional dan cara modern.
Pengolahan tanah sawah
dengan cara tradisional, yaitu pengolahan tanah sawah dengan
alat-alat sederhana seperti sabit,
cangkul, bajak dan
garu,
yang semuanya dilakukan
oleh manusia dan/atau dibantu oleh hewan
kerbau atau
sapi.
Pengolahan tanah sawah dengan cara modern, yaitu
pengolahan tanah sawah yang
dilakukan dengan mesin
traktor
dan peralatan
pengolahan
tanah yang lain.
TAHAPAN PEKERJAAN PENGOLAHAN BASAH
a) Pembersihan: Sebelum tanah sawah dicangkul harus dibersihkan terlebih dahulu dari
sisa jerami atau rumput. Dikumpulkan di
satu tempat dan seyogyanya dijadikan kompos yang
nantinya dapat disebarkan ke petakan sawah. Sebaiknya sisa tanaman tersebut tidak/jangan dibakar, sebab pembakaran
akan
menghilangkan beberapa unsur
hara yangdikandungnya.
b)
Perbaikan Saluran dan Galengan: Sebelum penggarapan tanah dimulai, galengan
harus diperbaiki, dibuat cukup
tinggi, agar dapat menahan air dengan baik. Sebab dalam penggarapan tanah air tidak
boleh
mengalir keluar.
Demikian juga dengan saluran pengairan perlu diperbaiki dan dibersihkan dari rerumputan. Hal ini akan mencegah
kehilangan air
pengairan dan
mengurangi terbawanya biji gulma kedalam petakan- petakan sawah.
c)
Pencangkulan: Sawah yang akan dicangkul harus digenangi air terlebih dahulu
agar tanah menjadi lunak dan
rumput-rumputnya cepat membusuk. Pekerjaan pencangkulan dapat dilakukan bersamaan dengan perbaikan galengan yang
bocor. Pekerjaan
pencangkulan dapat dilakukan
juga setelah perkejaan pembajakan, terutama untuk membalik/mencangkul bagian-bagian tanah yang
tidak terbajak misalnya pada sudut-
sudut petakan dan memperbaiki kembali galengan yang rusak selama pekerjaan
pembajakan.
d) Pembajakan: Sebelum pembajakan, tanah harus digenangi air lebih dahulu sampai
kondisi jenuh, tetapi tidak boleh sampai menggenang (nyemek, Jawa). Pemberian air ini bertujuan untuk melunakan
tanah
dan menghindarkan melekatnya
tanah
pada mata bajak. Sebaiknya terlebih dahulu dibuat alur ditepi dan
ditengah petakan sawah agar air cepat
membasahi
seluruh
petakan. Pembajakan dimulai dari tepi atau dari tengah petakan sawah dengan kedalaman
mata bajak antara 15 – 25 cm. Pembajakan sebaiknya dilakukan 2
kali dengan arah memanjang dan melintang. Tujuan pembajakan antara lain adalah: membalikan tanah, mematikan dan membenamkan rumput, dan membenamkan bahan-bahan
organik lainnya seperti: pupuk hijau,
pupuk
kandang, dan
kompos sehingga bercampur dengan tanah. Setelah pembajakan sawah digenangi air selama 5 –7 hari dengan tujuan untuk mempercepat pembusukan sisa-sisa tanaman dan melunakan bongkahan tanah.
e)
Penggaruan: Pada waktu sawah akan
digaru genangan
air sedikit dikurangi. Kondisi air dibuat cukup hanya untuk
membasahi bongkahan-bongkahan tanah saja.
Penggaruan dilakukan berulang-ulang dengan arah memanjang dan melintang. Selama pekerjaan penggaruan, saluran pemasukan dan pembuangan air harus ditutup, untuk
menjaga
supaya sisa air jangan sampai habis keluar dari petakan. Setelah
pekerjaan
penggaruan
selesai,
sawah digenangi air kembali selama 7 –
10 hari sebelum penanaman. Tujuan pekerjaan penggaruan adalah: mengurangi peresapan air ke bawah, meratakan tanah,
meratakan pupuk dasar
yang
dibenamkan,
dan pelumpuran agar
menjadi lebih
sempurna. Pekerjaan
pengolahan tanah mulai dari pembajakan pertama
sampai
pekerjaan penggaruan untuk perataan dan pelumpuran, memerlukan waktu kurang lebih
25 hari, yaitu kira-kira sama dengan umur bibit di pesemaian.
4. Penanaman
Menanam adalah suatu kegiatan menempatkan bahan tanam (benih
atau bibit) pada
media tanam. Menanam padi di sawah dilakukan dengan cara menempatkan bibit pada lahan sawah dengan jarak tertentu. Terdapat beberapa tahapan pekerjaan yang harus dimengerti
sebelum melakukan penanaman diantaranya adalah seleksi bibit, menyemai bibit,
mengolah lahan sawah untuk mempersiapkan lahan agar
siap
ditanami,
dan menanam.
A. Seleksi Bibit
Untuk mendapatkan kualitas dan hasil panen yang baik, benih padi yang dipilih harus benih yang bermutu. Langkah penyeleksian dan
pengolahan benih padi dapat dilakukan sebagai berikut :
1.
Benih padi calon bibit diambil dari benih bermutu.
2.
Masukkan air
ke dalam bejana seleksi dan tambahkan garam secukupnya.
3.
Masukkan telur bebek ke dalam air garam tadi, tunggu sampai telur bebek mengapung di
tengah (ukuran telur ada di tengah ini menunjukkan garam yang digunakan cukup).
4.
Kemudian baru
masukkan benih yang sudah diseleksi tadi ke dalam air
garam tersebut.
5.
Buang benih yang terapung, benih yang tenggelam saja yang diambil.
B.
Menyemai Bibit
Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik perlu menentukan media tanam benih atau persemaian bibit.
Untuk persemaian bibit perlu diperhatikan beberapa hal antara lain :
Tanah yang diambil untuk menyemai bibit harus tanah yang bagus.
a)
Untuk media semai bisa kita pakai baki, bejana yang luas dan datar, atau dibuatkan dari
papan yang diberi alas palstik.
b)
Campur tanah yang sudah dipilih dengan pupuk kompos
atau pupuk kandang. d. Ratakan tanah
di
media semai kira-kira ketebalan 2 cm.
c)
Taburkan bibit yang sudah diseleksi di media semai.
d)
Jaga kelembaban semaian benih.
e)
Tunggu sampai benih berumur
21 hari.
C. Pengolahan
Lahan / Sawah
Sementara kita menunggu bibit sampai berumur 21 hari lahan
tempat tanam sudah
harus dibereskan atau digarap sedemikian rupa sehingga nanti setelah benih siap tanam tidak terjadi kendala. Untuk pengolahan lahan tersebut sebagai berikut :
1.
Sawah yang sudah selesai dipanen jerami atau daun padi bekas panen hendaknya jangan dibakar atau dibuang biarkan lapuk di sawah
(lahan)
karena ini bisa dijadikan kompos.
2.
Lahan sudah dibajak diratakan dan dipetak-petak
agar kita lebih
mudah mengontrol airnya.
c.
Lahan diratakan dan usahakan
air
sawah itu hanya berada di petak
3.
Garislah lahan dengan ukuran jarak garis 25 cm (atau jarak tanam jajar legowo 2:1 dan
4:1).
Dilakukan dua hari sebelum tanam lahan
ditaburi pupuk.
D. Penanaman
Bibit dipersemaian yang telah berumur 17 - 25 hari (tergantung
jenis padinya, genjah / dalam)
dapat segera dipindahkan kelahan yang
telah disiapkan. Syarat-syarat bibit yang siap dipindahkan ke sawah :
a. Bibit telah
berumur 17 - 25 hari
b. Bibit berdaun 5 -7 helai
c. Batang bagian
bawah besar,
dan kuat
d. Pertumbuhan
bibit seragam (pada jenis padi yang sama)
e. Bibit tidak terserang hama dan penyakit
Dalam menanam bibit padi, hal-hal yang harus diperhatikan adalah
:
1.
Sistim larikan
(cara tanam)
Akan kelihatan rapi, memudahkan pemeliharaan
terutama dalam penyiangan,
pemupukan, pengendalian hama dan penyakit akan lebih
baik dan cepat, kebutuhan
bibit / pemakaian benih
bisa diketahui dengan mudah.
2.
Jarak tanam
Faktor yang ikut menentukan
jarak tanam pada tanaman padi tergantung pada jenis tanaman. Jenis padi tertentu dapat menghasilkan banyak anakan. Jumlah anakan yang banyak memerlukan jarak
tanam yang lebih
besar, sebaliknya jenis padi yang memiliki jumlah anakan sedikit memerlukan
jarak tanam yang lebih sempit.
Kesuburan
tanah, penyerapan hara oleh akar tanaman
padi
akan mempengaruhi penentuan jarak
tanam, sebab perkembangan akar atau tanaman itu sendiri pada tanah yang subur lebih
baik
dari pada perkembangan akar/tanaman pada tanah yang
kurang
subur. Oleh karena itu jarak tanam yang dibutuhkan pada tanah yang suburpun
akan lebih lebar
daripada jarak tanam padah
tanah yang jurang subur.
Ketinggian
tempat/musim, daerah yang
mempunyai ketinggian tertentu seperti daerah pegunungan akan
memerlukan
jarak tanam yang lebih rapat dari pada jarak tanam di dataran rendah, hal
ini
berhubungan erat dengan penyediaan air. Tanaman padi varietas unggul
memerlukan jarak tanam 20 x 20 cm pada musim kemarau, dan 25 x 25 cm pada musim hujan. Jumlah bibit tiap lubang,
bibit
tanaman
yang
baik sangat menentukan penggunaannya
pada setiap lubang.
Pemakian
bibit tiap lubang antara 2 - 3 batang. Kedalaman
penanaman
bibit,
bibit
yang ditanam terlalu
dalam
/
dangkal menyebabkan pertumbuhan tanaman kurang baik, kedalam tanaman yang baik
3 -
4 cm. Cara Tanam, setelah lahan siap tanam, maka bibit yang sudah berumur 21 hari siap dipindahkan ke
lahan tanam.
3.
Pola / Bentuk Jarak Tanam
a. Konvensional
Pola jarak tanam yang
secara konvensional dilakukan oleh petani padi adalah
jarak tanam tunggal atau
bujur sangkar. Secara umum,jarak
tanam yang
dipakai adalah
20 x 20 cm
dan
bisa dimodifikasi menjadi 22,5 cm atau 25 cm sesuai pertimbangan varietas padi yang
akan ditanam atau tingkat kesuburan tanahnya. Jarak tanam untuk padi yang sejenis dengan varietas IR-64, seperti varietas Ciherang cukup dengan jarak 20 cm, untuk varietas padi
yang punya penampilan lebih lebat
dan
tinggi
perlu
diberi jarak tanam yang lebih lebar
misalnya antara 22,5 - 25 cm.
b. Jajar Legowo
Legowo
adalah
cara
tanam padi sawah yang memiliki
beberapa barisan tanaman
kemudian diselingi oleh 1 baris kosong dimana jarak tanam pada barisan pinggir ½ kali jarak
tanaman pada baris tengah. Cara tanam jajar legowo untuk padi sawah secara umum bisa
dilakukan dengan berbagai tipe
yaitu: legowo
(2:1), (3:1), (4:1),
(5:1) atau
tipe lainnya.
Namun dari hasil penelitian, tipe terbaik untuk mendapatkan produksi gabah tertinggi dicapai oleh
legowo 2:1,
dan untuk mendapat bulir gabah berkualitas benih
dicapai oleh legowo 4:1. Tujuan
cara tanam jajar legowo adalah :
a)
Memanfaatkan sinar matahari bagi tanaman yang berada pada bagian pinggir barisan. Semakin banyak sinar matahari yang mengenai tanaman, maka proses fotosintesis oleh daun tanaman akan semakin tinggi sehingga akan mendapatkan bobot bulir yang lebih berat.
b) Mengurangi kemungkinan serangan hama, terutama tikus. Pada lahan yang
relatif terbuka, hama tikus kurang suka tinggal di dalamnya.
c) Menekan serangan penyakit. Pada lahan yang
relatif terbuka, kelembaban akan semakin
berkurang, sehingga serangan
penyakit juga akan berkurang.
d) Mempermudah pelaksanaan pemupukan dan pengendalian hama/penyakit. Posisi
orang yang melaksakan pemupukan dan pengendalian hama atau penyakit bisa leluasa pada
barisan
kosong di antara 2
barisan legowo.
e) Menambah populasi tanaman. Pada legowo 2 : 1, populasitanaman akan bertambah sekitar 33,3 %, sedangkan pada legowo 4 : 1,
populasi tanaman
akan bertambah sekitar 20 %. Bertambahnya
populasi tanaman
akan
memberikan harapan peningkatan produktivitas hasil.
Jajar Legowo 2 : 1, jajar legowo 2:1 adalah cara tanam yang memiliki 2 barisan kemudian
diselingi oleh 1 barisan kosong
dimana pada setiap baris pinggir mempunyai jarak tanam 1/2 kali jarak tanam antar barisan. Dengan demikian, jarak tanam pada tipe legowo
2 :
1 adalah 20 cm (antar barisan) x 10 cm (barisan pinggir)
x 40
cm (barisan kosong).
f)
Jajar Legowo
4 :
1, legowo 4 :
1 adalah cara tanam yang memiliki 4 barisan kemudian
diselingi oleh 1 barisan kosong
dimana pada setiap baris pinggir mempunyai jarak tanam 1/2 kali jarak
tanam pada barisan
tengah. Dengan
demikian, jarak
tanam pada tipe legowo 4 : 1 adalah 20 cm (antar barisan dan pada barisan tengah) x 10 cm (barisan pinggir) x 40 cm
(barisan
kosong).
5.Pemupukan
Pupuk adalah bahan yang
diberikan ke dalam tanah baik yang
organik maupun
anorganik
dengan maksud untuk
mengganti kehilangan
unsur hara dari dalam tanah dan
bertujuan
untuk meningkatkan produksi tanaman. Sedangkan pemupukan
adalah pemberian / penambahan bahan-bahan / zat-zat
kepada
kompleks tanah – tanaman untuk melengkapi keadaan unsur hara dalam tanah yang
tidak cukup terkandung
di dalamnya (Sutedjo, 2010).
Dalam pertanian
modern, tujuan pemupukan
tanah antara lain
adalah mengatasi defisiensi /
kekurangan
unsur hara tanaman
(kesetimbangan
antar unsur), memberikan status keharaan yang tinggi yang baik bagi tanaman (produksi tanaman tinggi),
mempertahankan status
kesuburan tanah
yang
optimum (keberlanjutan
produksi, sustainable),
dan
meningkatkan kualitas
tanaman (eksport dan daya saing di
pasaran dunia, aspek
ekonomi dan
peningkatkan
pendapatan petani).
Berdasarkan tujuan pemupukan
tersebut, khususnya pada point pertama yaitu pupuk
(unsur hara tanaman) diberikan ke tanah (sawah) karena tanah sudah tidak sanggup lagi mencukupi kebutuhan
tanaman (padi) secara alami, sehingga untuk meningkatkan produksi tanaman dan keuntungan, tanah perlu dilakukan pemupukan atau diberi tambahan unsur hara yang
tidak cukup. Tanah-tanah yang
kesuburannya tinggi tidak perlu diberi pupuk atau kalau diberi pupuk
dengan tujuan untuk
menjaga statusnya tetap tinggi (point tiga).
Pempukan yang
baik
menerapkan lima tepat pemupukan yaitu: 1) tepat jenis (macam),
2) tepat dosis (takaran), 3) tepat waktu, 4) tepat tempat, dan 5) tepat cara. Gambar 2 menunjukkan pemupukan di sawah. Jenis atau macam pupuk yang
digunakan adalah urea untuk memberikan unsur hara N, SP36 untuk memberikan P, dan Muriate Potash (KCL) untuk memberikan K. Dosis
pupuk tidak diketahui. Berdasarkan tinggi tanaman padi tersebut, waktu
pemupukan susulan
satu
(sekitar 15
hari)
atau dua (sekitar 30 hari). Cara pemupukan ditebar ke depan
supaya pupuk
dapat terinjak
sehingga pupuk terbenam ke lapisan reduksi.
6. Pengendalian OPT
Organisme pengganggu tumbuhan (OPT) merupakan salah satu faktor pembatas
dalam
upaya mempertahankan produktivitas
tanaman tetap tinggi sesuai hasil yang seharusnya dapat
dicapai dalam usaha budidaya
pertanian.
Pengendalian OPT
(hama, pen yebab
penyakit, gulma) dalam upaya perlindungan tanaman, dengan demikian perlu mendapatkan perhatian dalam kegiatan
budidaya tanaman, agar tindakan atau
cara-cara yang dilakukan tidak
menimbulkan berbagai masalah yang
berdampak negatif. Perlindungan tanaman adalah
semua
kegiatan atau upaya untuk mencegah
terjadinya kerugian pada budidaya tanaman yang
diakibatkan oleh OPT. Berdasarkan kebijakan nasional perlindungan tanaman (UU
No.
12 tahun 1992), pengendalian OPT ditetapkan harus dilaksanakan berlandaskan pada konsepsi pengelolaan hama terpadu (PHT) atau integrated pest management (IPM) yang
pada penerapannya tidak
terlepas dari prinsip ekologi dan ekonomi (mengurangi penggunaan pestisida kimiawi sintetik dan
memantapkan
hasil).
Pengendalian OPT dimaksudkan sebagai usaha untuk
menekan populasi OPT sampai pada tingkat yang tidak menimbulkan
kerugian ekonomi dan mencegah kemungkinan terjadinya penyebaran OPT ke areal yang
lebih luas pada berbagai lokasi/daerah. Teknik pengendalian yang
diterapkan menggunakan berbagai tindakan pengendalian yang dapat dilakukan dengan hanya satu atau beberapa cara yang
sesuai untuk dipadukan (kompaktibel), disesuaikan dengan kondisi dan tingkat kerusakan yang terjadi. Teknik pengendalian OPT yang
dapat dipilih atau dilakukan meliputi pengendalian (1) secara mekanik dan fisik, (2) kultur teknik, (3) dengan penggunaan varietas tahan, (4) hayati/biologi, (5) kimiawi, dan (6)
dengan peraturan
perundang-undangan (Watson et al.,
1975 dalam Untung 1993).
A. Pemantauan dan Teknik Pengamatan Gangguan OPT (Hama,
Penyakit, Gulma)
Sistem pemantauan adalah salah satu bagian dari kegiatan monitoring yang
sangat erat
kaitannya dengan ambang ekonomi (AE), karena nilai AE yang
sudah ditetapkan tidak ada gunanya apabila tidak diikuti dengan kegiatan pemantauan yang teratur dan dapat diper caya.
Sebaliknya, pemantau-an untuk tujuan pengendalian tidak akan dirasakan manfaatnya apabila tidak dikaitkan dengan aras penentuan keputusan pengendalian berdasarkan penilaian AE
(Untung,2003). Kegiatan pemantauan dilakukan
untuk mengamati dan
mengikuti perkembangan keadaan agroekosistem yang
terdiri atas komponen biotik
(misalnya keadaan tanaman, populasi OPT, populasi musuh alami) dan
komponen abiotik (suhu, curah hujan, kelembaban,
kecepatan angin). Berdasarkan hasil pemantauan akan diperoleh
data (informasi)
kondisi lapangan yang
merupakan masukan bagi pengambil keputusan
untuk menggunakan
data
tersebut dalam menetapkan keputusan
dan
rekomendasi yang perlu dilakukan
terhadap
agroekosistem. Pengambil keputusan ialah pemerintah (dinas
terkait) maupun petani sendiri sebagai pelaku yang
melakukan pemantauan terhadap perkem-bangan tanaman dan kompleks ekosistemnya serta melakukan tindakan aksi pengendalian hasil rekomendasi, yang dilak ukan sendiri maupun kelompok
secara bersama-sama (Untung, 2003).
B. Teknik Pengamatan OPT
Teknik pengamatan OPT dapat dilakukan melalui
dua cara yaitu dengan pengamatan
tetap dan pengamatan keliling atau patroli (Deptan, 2008). Pengamatan tetap bertujuan untuk
mengetahui perubahan kepadatan populasi OPT dan intensitas
serangan OPT, kepadatan
populasi musuh alami yang
efektif, dan besarnya curah hujan. Pengamatan dilakukan pada petak pengamatan, lampu
perangkap, dan penakar curah hujan. Komponen yang diamati terdiri atas perubahan kepadatan populasi dan intensitas serangan pada petak contoh
(sampel) yang tetap.
Petak contoh ditentukan secara
purposive, menggunakan metode diagonal
random sampling sehingga mewakili bagian terbesar
wilayah
pengamatan
dalam hal waktu
tanam,
teknik bercocok
tanam, dan varietas tanaman (Deptan, 2008). Pada setiap petak contoh
ditentukan tiga unit contoh yang terletak di titik perpotongan garis diagonal petak
cotoh yaitu unit A, dan unit
lainnya yaitu B dan C masing-masing ditentukan di pertengahan potongan- potongan garis diagonal terpanjang
(Gambar 2). Setiap unit contoh terdiri atas 10
rumpun/tanaman contoh, dan pada unit-unit contoh tersebut pengamatan kepadatan populasi
OPT, kepadatan populasi musuh
alami,
dan pengukur-an intensitas serangan OPT dilakukan.
C. Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel adalah
cara atau teknik untuk
memperoleh
data mengenai
kepadatan keberadaan populasi OPT di lahan pertanaman. Mekanisme pengambilan sampel dan monitoring memerlukan teknik yang beragam tergantung jenis tanaman, jenis
OPT, atau
organisme lain yang
diamati. Ukuran kepadatan populasi suatu serangga hama misalnya, yang tepat ialah dengan
menghitung
dalam bentuk jumlah
individu
per suatu satuan
luas
permukaan tanah. Data tersebut
kemudian dapat digunakan untuk menghitung
berapa jumlah individu yang ada pada suatu
daerah atau wilayah
pengamatan.
Menurut Untung (2003) pola pengambilan sampel dapat mengikuti pola diagonal, zig zag, atau lajur
tanaman/sistematik (Gambar 3). Rumpun tanaman yang ada di pinggiran plot
pengamatan (sekitar 3-5 baris dari tepi lahan/plot pengamatan tentunya atau
seha-rusnya
tidak
digunakan
sebagai sampel).
7.Pemanenan
Hasil padi yang
berkualitas tidak hanya diperoleh dari penanganan budi daya yang baik saja,
tetapi juga didukung oleh penanganan panennya. Waktu panen dan
penanganan pasca panen berpengaruh
terhadap jumlah produksi, mutu gabah, dan mutu beras yang akan dihasilkan.
Waktu panen padi yang tepat yaitu jika gabah telah tua atau matang. Waktu panen
yang terlalu awal menyebabkan mutu gabah rendah, banyak beras yang pecah saat
digiling, berbutir hijau, serta berbutir kapur. Panen
padi untuk konsumsi biasanya dilakukan pada saat masak optimal. Panen padi untuk benih memerlukan tambahan waktu agar
pembentukan embrio gabah sempurna. Keterlambatan panen menyebabkan produksi menurun karena
gabah banyak yang rontok.Saat panen di lapangan dipengaruhi oleh berbagai hal,
seperti tinggi tempat, musim tanam, pemeliharaan, pemupukan, dan varietas
tanaman. Pada musim
kemarau, tanaman biasanya dapat dipanen lebih awal.
Panen yang baik
dilakukan pada saat cuaca terang.
A.
Penentuan Saat Panen
Penentuan saat
panen merupakan tahap awal dari kegiatan penanganan pasca panen padi. Ketidaktepatan dalam penentuan saat panen
dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang tinggi dan mutu gabah/beras yang
rendah. Penentuan saat panen dapat
dilakukan berdasarkan pengamatan visual dan pengamatan teoritis. Secara umum, padi dapat di panen pada umur antara
110–115 hari setelah tanam.
1)
Pengamatan Visual
Pengamatan visual dilakukan dengan cara melihat
kenampakan padi pada hamparan lahan sawah.
Berdasarkan kenampakan visual, umur panen optimal padi dicapai apabila
90 sampai 95 % butir gabah pada malai padi sudah berwarna kuning atau kuning
keemasan. Padi yang dipanen pada kondisi
tersebut akan menghasilkan gabah ber-kualitas baik sehingga menghasil-kan
rendemen giling yang tinggi. Kriteria
tanaman padi yang siap dipanen adalah sebagai berikut :
1)
Umur
tanaman tersebut telah mencapai umur yang tertera pada deskripsi varietas.
2)
Daun
bendera dan 90% bulir padi telah menguning.
3)
Malai
padi menunduk karena menopang bulir-bulir yang bernas.
4)
Butir
gabah terasa keras bila ditekan.Apabila dikupas, tampak isi butir gabah
berwarna putih dan keras bila di gigit.Biasanya gabah
tersebut memiliki kadar air 22-25%.
2) Pengamatan
Teoritis
Pengamatan teoritis
dilakukan dengan melihat deskripsi varietas padi dan mengukur kadar air biji padi (gabah) dengan moisture tester. Berdasar-kan
deskripsi varietas padi, umur panen padi yang tepat adalah 30 sampai 35 hari
setelah berbunga merata atau antara 135 sampai 145 hari setelah tanam. Berdasarkan kadar air, umur panen optimum
dicapai setelah kadar air gabah mencapai 22 – 23 % pada musim kemarau, dan
antara 24 – 26 % pada musim penghujan (Damardjati, 1974; Damardjati et al, 1981).
B.
Pemanenan
Pemanenan padi
harus dilakukan pada umur panen yang tepat, menggunakan alat dan mesin panen
yang memenuhi persyaratan teknis, kesehatan, ekonomi dan ergonomis, serta
menerapkan sistem panen yang tepat. Ketidaktepatan dalam melakukan pemanenan
padi dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang tinggi dan mutu hasil yang
rendah. Pada tahap ini, kehilangan hasil
dapat mencapai 9,52 % apabila
pemanen padi dilakukan secara tidak tepat.
1)
Umur Panen Padi
Pemanenan padi
harus dilakukan pada umur panen yang memenuhi persyaratan sebagai berikut :
(a)
90
– 95 % gabah dari malai tampak kuning.
(b)
Malai
berumur 30 – 35 hari setelah berbunga merata.
(c)
Kadar
air gabah 22 – 26 % yang diukur dengan moisture
tester.
2)
Alat dan Mesin Pemanen Padi
Pemanenan padi harus meng-gunakan alat dan mesin yang
memenuhi persyaratan teknis, kesehatan, ekonomis dan ergo-nomis. Alat dan mesin
yang digunakan untuk memanen padi harus sesuai dengan jenis varietas padi yang
akan dipanen. Pada saat ini, alat dan mesin untuk memanen padi telah berkembang
mengikuti berkembangnya varietas baru yang dihasilkan. Alat pemanen padi telah
berkembang dari ani-ani menjadi sabit biasa kemudian menjadi sabit bergerigi
dengan bahan baja yang sangat tajam dan terakhir telah diintroduksikan reaper, stripper dan combine
harvester. Berikut ini adalah cara-cara
pemanen padi dengan menggunakan ani-ani, sabit biasa/bergerigi, reaper dan stripper.
C.
Penumpukan dan Pengumpulan
Penumpukan dan
pengumpulan merupakan tahap penanganan pasca panen setelah padi dipanen.
Ketidak-tepatan dalam penumpukan dan pengumpulan padi dapat mengakibatkan
kehilangan hasil yang cukup tinggi.
Untuk menghindari atau mengurangi terjadinya kehilangan hasil sebaiknya
pada waktu penumpukan dan pengangkutan padi menggunakan alas. Penggunaan alas dan wadah pada saat
penumpukan dan pengangkutan dapat menekan kehilangan hasil antara 0,94 – 2,36
%.
D.
Perontokan
Perontokan
merupakan tahap penanganan pasca panen setelah pemotongan, penumpukan dan
pengumpulan padi. Pada tahap ini,
kehilangan hasil akibat ketidaktepatan dalam melakukan perontokan dapat
mencapai lebih dari 5 %. Cara perontokan
padi telah mengalami perkembangan dari cara digebot menjadi menggunakan pedal thresher dan power thresher.
E.
Pengeringan
Pengeringan
merupakan proses penurunan kadar air gabah sampai mencapai nilai tertentu
sehingga siap untuk diolah/digiling atau aman untuk disimpan dalam waktu yang
lama. Kehilangan hasil akibat
ketidaktepatan dalam melakukan proses pengeringan dapat mencapai 2,13 %. Pada saat ini cara pengeringan padi telah
berkembang dari cara penjemuran menjadi pengering buatan.
F.
Penyimpanan
Penyimpanan
merupakan tindakan untuk mempertahankan gabah/beras agar tetap dalam keadaan
baik dalam jangka waktu tertentu.
Kesalahan dalam melakukan penyimpanan gabah/ beras dapat mengakibatkan
terjadinya respirasi, tumbuhnya jamur, dan serangan serangga, binatang mengerat
dan kutu beras yang dapat menurunkan mutu gabah/beras. Cara penyimpanan
gabah/beras dapat dilakukan dengan : (1) sistem curah, yaitu gabah yang sudah
kering dicurahkan pada suatu tempat yang dianggap aman dari gangguan hama
maupun cuaca, dan (2) cara penyimpanan menggunakan kemasan/wadah seperti karung
plastik, karung goni, dan lain-lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar